Setiap blogger, sudah pasti punya keinginan untuk tidak hanya menulis di media digital alias blog, tapi juga ingin menulis di buku alias menerbitkan buku. Bener ga, Sobs?
Setidaknya, kalaupun belum berkesempatan menerbitkan buku, setidaknya menjadikan tulisan-tulisannya di blog menjadi sebuah ebook, becuuul? :)
Itu juga keinginan yang sempat sekian lama bersemayam di dalam hatiku, dan membuat aku susah makan, susah tidur, susah konsentrasi dan susah fokus, ya akibat itu tadi, pengen banget menerbitkan buku! Sudah punya beberapa naskah, tapi menembus ke penerbitannya itu lho, yang bikin pusing tujuh keliling! Bikin hati kembang kempis, gegara minder dan merasa ga akan mampu menarik perhatian penerbit mayor untuk mau melirik naskahku.
Pengen maju ke penerbit indie, teteup aja kudu punya dana. Iya khaaan?
Hingga akhirnya, saking ga bisa tidur dan ga konsen, ga bisa fokus, suatu malam aku punbersemedi berkunjung ke rumah Si Mbah [Google] untuk minta wejangan. Dan, hasil duduk dan chit chat ngobrol dengan si Mbah, sungguh luar biasa, membersitkan ide cemerlang dan keberanian serta kenekadan yang di luar dugaan! Malam itu, aku ga sabar nunggu pagi. Ingin segera menghubungi ayahku, ingin dibantu mencari notaris yang bisa membantuku bikin CV. Yes, CV untuk penerbitan indie! Ahai..., sungguh cemerlang ide itu bukan? Hehe.
Lho, kok bikin penerbitan pake notaris dari Aceh sih, Al? Jauh amat, kan domisili elu di Bandung?
Iya sih, tapi gimana, Sobs? Notaris di Bandung dan Medan, bayarnya mahal euy! Masak sampai 8 juta tuh mintanya. Sementara info dari beberapa link di rumah Si Mbah, mereka tuh [para narasumber] bilang bahwa tarif untuk bikin penerbitan, notarisnya mau dibayar di bawah satu jeti tuh. Jadi mendengar kata 8 jeti, jelas bikin eikeh kaget dan keok dunk ah! Mihil bingits ituh mah!
Makanya eikeh minta tolong ayahanda, kan beliau punya teman yang notaris tuh. Dan Alhamdulillahnya, keesokan paginya, si Ayah tercinta langsung beraksi. Ga cuma telepon, tapi bertemu langsung ke notarisnya, dan bincang-bincang serta cincai-cincai, akhirnya dapat harga 700 ribu rupiah untuk bikin akta notaris. Ahai, Alhamdulillah. Setidaknya punya akta notaris dulu deh, urusan yang lainnya bisa nyusul. Toh penerbitan indie ini masih bayi banget. Belum komersil, baru juga akan lahir kan? Yang penting bisa dipakai sebagai kendaraan menerbitkan buku bagiku. Dan tentunya nanti, kuharapkan juga bisa menjadi kendaraan bagi rekan-rekan blogger yang ingin menerbitkan buku, gitu lho!
Dan, Sobats tercinta, proses bikin akta notaris ini ternyata ga memakan waktu lama kok. Seiring itu, aku juga fix-kan naskah, belajar In-Design pada seorang teman, untuk bisa nge-layout naskah dan menjadikan ebook [print pdf setelah di-layout]. Baru setelah akta notaris selesai, aku ajukan ISBN ke perpustakaan nasional, untuk menerbitkan novel Selingan Semusim. Dan, taraaaaa...., proses yang tidak berbelit, sungguh membuat hati gembira. Lengkap sudah e-novel Selingan Semusimnya, tinggal cari percetakan murah untuk menjadikan e-novel ini ke versi cetaknya.
Awalnya sih hanya ingin mencetak 100 buku saja, ternyata harganya mihil, Sobs! Untuk 210 halaman buku ukuran A5, dikenakan harga sekitar tiga juta lima ratus ribu rupiah. Sementara jika aku naikkan menjadi seribu buku, harganya malah kena tujuh juta rupiah. Jadi jauuuuuh lebih murah kan? Maka, aku pun nekad mencetak sejumlah 1000 buah novel. Nekad memang, tapi daripada dua kali cetak sebanyak @100 buku? Lebih hemat mana coba? Hemat cetak 1000 buku sekaligus kan? Tinggal pikirkan strategi pemasarannya aja ntar piye. Hehe.
Alhamdulillahnya, Sobs, novel fenomenal ini pun laris manis, terjual sesuai dengan target. Masih banyak sih yang tersisa, tapi sudah balik modal gitu lho! Hehe.
Selanjutnya? Ya gitu deh, setelah punyakendaraan penerbitan indie ini, aku pengen nerbitin buku lagi dunk, ada beberapa naskah yang sedang digarap. Satu di antaranya adalah berupa kisah tentang para survivor tsunami, yang sempat aku tulis di blog. Ga ada salahnya dunk jika tulisan-tulisan di blog, yang inspiratif atau bermanfaat itu dibukukan?
Nah, pasti Sobats juga ingin membukukan tulisan-tulisan positif yang ada di blog masing-masing khaan? Yuk atuh, let's book our blog yuk! Ga sulit kok, dan jangan kuatir, Penerbitan Smartgarden siap memfasilitasi kok. *Bukan sekedar promo lho yaaa!*
Setidaknya, kalaupun belum berkesempatan menerbitkan buku, setidaknya menjadikan tulisan-tulisannya di blog menjadi sebuah ebook, becuuul? :)
Itu juga keinginan yang sempat sekian lama bersemayam di dalam hatiku, dan membuat aku susah makan, susah tidur, susah konsentrasi dan susah fokus, ya akibat itu tadi, pengen banget menerbitkan buku! Sudah punya beberapa naskah, tapi menembus ke penerbitannya itu lho, yang bikin pusing tujuh keliling! Bikin hati kembang kempis, gegara minder dan merasa ga akan mampu menarik perhatian penerbit mayor untuk mau melirik naskahku.
Pengen maju ke penerbit indie, teteup aja kudu punya dana. Iya khaaan?
Hingga akhirnya, saking ga bisa tidur dan ga konsen, ga bisa fokus, suatu malam aku pun
Lho, kok bikin penerbitan pake notaris dari Aceh sih, Al? Jauh amat, kan domisili elu di Bandung?
Iya sih, tapi gimana, Sobs? Notaris di Bandung dan Medan, bayarnya mahal euy! Masak sampai 8 juta tuh mintanya. Sementara info dari beberapa link di rumah Si Mbah, mereka tuh [para narasumber] bilang bahwa tarif untuk bikin penerbitan, notarisnya mau dibayar di bawah satu jeti tuh. Jadi mendengar kata 8 jeti, jelas bikin eikeh kaget dan keok dunk ah! Mihil bingits ituh mah!
Makanya eikeh minta tolong ayahanda, kan beliau punya teman yang notaris tuh. Dan Alhamdulillahnya, keesokan paginya, si Ayah tercinta langsung beraksi. Ga cuma telepon, tapi bertemu langsung ke notarisnya, dan bincang-bincang serta cincai-cincai, akhirnya dapat harga 700 ribu rupiah untuk bikin akta notaris. Ahai, Alhamdulillah. Setidaknya punya akta notaris dulu deh, urusan yang lainnya bisa nyusul. Toh penerbitan indie ini masih bayi banget. Belum komersil, baru juga akan lahir kan? Yang penting bisa dipakai sebagai kendaraan menerbitkan buku bagiku. Dan tentunya nanti, kuharapkan juga bisa menjadi kendaraan bagi rekan-rekan blogger yang ingin menerbitkan buku, gitu lho!
Dan, Sobats tercinta, proses bikin akta notaris ini ternyata ga memakan waktu lama kok. Seiring itu, aku juga fix-kan naskah, belajar In-Design pada seorang teman, untuk bisa nge-layout naskah dan menjadikan ebook [print pdf setelah di-layout]. Baru setelah akta notaris selesai, aku ajukan ISBN ke perpustakaan nasional, untuk menerbitkan novel Selingan Semusim. Dan, taraaaaa...., proses yang tidak berbelit, sungguh membuat hati gembira. Lengkap sudah e-novel Selingan Semusimnya, tinggal cari percetakan murah untuk menjadikan e-novel ini ke versi cetaknya.
Awalnya sih hanya ingin mencetak 100 buku saja, ternyata harganya mihil, Sobs! Untuk 210 halaman buku ukuran A5, dikenakan harga sekitar tiga juta lima ratus ribu rupiah. Sementara jika aku naikkan menjadi seribu buku, harganya malah kena tujuh juta rupiah. Jadi jauuuuuh lebih murah kan? Maka, aku pun nekad mencetak sejumlah 1000 buah novel. Nekad memang, tapi daripada dua kali cetak sebanyak @100 buku? Lebih hemat mana coba? Hemat cetak 1000 buku sekaligus kan? Tinggal pikirkan strategi pemasarannya aja ntar piye. Hehe.
Alhamdulillahnya, Sobs, novel fenomenal ini pun laris manis, terjual sesuai dengan target. Masih banyak sih yang tersisa, tapi sudah balik modal gitu lho! Hehe.
Selanjutnya? Ya gitu deh, setelah punya
![]() |
calon buku, sedang dalam proses pengerjaan |
Sekedar berbagi inspirasi,
Al, Bandung, 13 Oktober 2014